A
|
ku
telah membesar dewasa, namun di mata ibu, diriku tetap anakmu yang masih kecil.
Usiaku telah lanjut, namun di
pangkuanmu aku tetap persis seorang bayi. Kamulah
satu-satunya orang yang mana, air mata, susu dan darahmu mengalir dalam diriku.
Semua manusia melupakanku kecuali kamu, wahai ibuku! Semuanya menentangku
kecuali kamu, dunia membenciku kecuali kamu. Demi Allah, wahai ibuku! Aku
mengakui: sering kali pipimu berlinangan air mata saat aku pergi, sering kali kamu
tidak tidur saat aku jauh darimu, seringkali kamu berjaga malam saat aku sakit.
Demi Allah, wahai ibuku!
Saat aku tiba, kamu berdiri di pintu menyambutku dengan linangan air mata
bahagia. Jika aku pergi meninggalkan rumah, kamu berdiri mengiringiku dengan
hati yang luluh. Demi Allah s.w.t, wahai ibuku! Kamu
mengandungkanku di antara tulang-tulangmu pada
hari-hari yang meletihkan dan memenatkanmu, lelah dan lemah. Kamu melahirkanku
dalam keadaan yang amat sakit dan perit, lalu kamu merangkul dan mendakapku
dalam kehangatan pelukan kasih sayang dan kegembiraan
sambil kamu tersenyum kegirangan.
Demi Allah, wahai ibuku! Kamu
tidak tidur kecuali setelah diriku terlelap, kamu tidak tenang kecuali setelah
diriku bahagia. Jika aku tersenyum, dirimu tertawa tanpa kamu mengetahui mengapa
aku tersenyum. Jika aku tampak sendu, dirimu menangis padahal kamu tidak mengetahui apa yang terjadi kepada diriku. Kamu memaafkanku, sebelum aku bersalah
dan mengampuniku sebelum aku bertaubat, dan bersikap lapang dada sebelum aku
mengakui kesalahanku.
Demi Allah, wahai ibuku! Setiap orang yang memujiku, kamu
pasti membenarkannya walaupun pujian tersebut menjadikanku
seolah-olah persis seorang imam bagi seluruh
manusia dan makhluk yang sempurna. Setiap orang yang mencelaku kamu tegas
mengingkarinya sekalipun disaksikan oleh orang yang jujur dan dibenarkan oleh
orang yang cerdas. Hanya kamu sahajalah yang prihatin tentang segala urusanku, hanya
kamulah yang senantiasa memperhatikan diriku.
Demi Allah, wahai ibuku! Aku
adalah masalahmu yang terbesar, ceritamu yang indah, angan-anganmu yang cerah. Kamu
telah berbuat baik kepadaku, namun kamu tetap memohon maaf di atas kekuranganmu. Cintamu telah melebur dalam diriku, meskipun kamu sentiasa ingin menganugerahkan yang lebih besar lagi dari itu.
Wahai
ibuku! Semoga aku mampu mencuci kedua kakimu dengan air mata kesetiaan,
mengangkat kedua sepatumu pada festival kehidupan. Wahai Ibuku! Semoga kematian
melewatimu untuk menerjangku, dan semoga kesengsaraan yang akan menghampirimu
terjatuh pada tubuhku.
Sungguh dalam makna..
ReplyDelete:)
ReplyDelete